Tiba musim haji, banyak anak-anak pegusaha rokok di Desa/ Kecamatan Jekulo, Kudus, pada berangkat haji. Maklum, waktu itu adalah masa kejayaan rokok kretek Kudus. Hal ini membuat Ahmad Toha merasa sedih karena belum bisa berangkat haji seperti teman-temannya itu.
Namun apa daya, ia bukan anak pengusaha kaya raya. Ia pendam kesedihan itu dan membawanya pergi ziarah ke makam leluhurnya, Mbah Surya Kusuma di Desa Botoputih, Kecamatan Mejobo.
Di makan itu ia berdoa dan bertawasul, mengutarakan keinginannya untuk menunaikan rukun Islam kelima. Ia tak mampu menahan rasa sedih dan akhirnya menangis sejadi-jadinya.
Keesokan harinya, seorang tamu dengan mengendarai dokar sowan ke rumah waliyullah Mbah Sanusi.
Si tamu menyampaikan maksud kedatangannya, “Mbah, cucumu, Toha, kemarin datang ke saya dan menangis. Nampaknya ia ingin berangkat haji seperti teman-temannya. Tolong berangkatkan dia,”kata tamu tadi memberi tahu.
Setelah tamu itu pulang, Mbah Sanusi kemudian memanggil istrinya, “Mbah, sampeyan tahu siapa yang kamu suguhi tadi?”
“Tidak tahu, mbah,” jawab istrinya.
“Tamu yang kamu suguhi tadi, adalah Mbah Surya Kusuma. Ia datang ke sini mengabari bahwa Toha nangis minta naik haji.
“Sana bapaknya kabari. Suruh jual kerbau,” Mbah Sanusi menambahkan.
Bibarkati Mbah Surya Kusuma, keinginan Toha akhirnya terkabul. Ia bisa berangkat haji seperti teman-temannya.
Pada saat ibadah haji itu, Ahmad Toha mengganti namanya -Nama inilah yang kemudian dikenal masyarakat dan santri-santrinya: Ahmad Manshur.
***
Kisah senada juga terjadi pada putra waliyullah Mbah Sanusi yang lain, namanya Yahya.
Suatu Ketika, dia sangat sedih lantaran banyak teman-temanya yang berangkat haji. Ia mewadulkan kesedihan itu ketika ziarah ke makam Mbah Surya Kusuma Botoputih di Desa/ Kecamatan Mejobo.
Sepulang dari ziarah ke makam Mbah Surya, selama perjalanan Mbah Yahya banyak dimintai tolong oleh penduduk kampung untuk mengobati keluarga mereka yang sedang sakit kronis. Hanya karena ada salah satu penduduk kampung yang tahu bahwa beliau adalah putra waliyullah Mbah Sanusi.
Mbah Yahya tidak bisa menolak permintaan itu, beliau hanya berdoa sebisanya untuk kesembuhan orang yang sakit tersebut.
Bi idznillah, berkat doa Mbah Yahya orang yang sakit kronis itu sembuh. Sebagai ungkapan rasa terimakasih, orang tsb memberinya bisyaroh.
Selama perjalanan dari Mejobo ke Jekulo, ternyata banyak penduduk kampung yang minta tolong untuk disuwuk. Ada yang kronis ada yang ringan, dan ada yang hajat lain. Semua memberi bisyaroh sebagai imbalan.
Sesampai di rumah bisyaroh itu beliau hitung, ternyata cukup untuk ongkos berangkat haji. (Gus Muhammad Mujab, pengasuh Pondok Pesantren Al-Yasir Jekulo)