BLITAR, Suaranahdliyin.com – Ketua PBNU, Dr H Ahmad Suaidi MHum, mengutarakan, bahwa Nahdlatul Utama (NU) saat ini Bagai Tim Nasional (Timnas) sepak bola Indonésia.
Betapa tidak. Sambutan bukan hanya masyarakat Indonesia, tapi masyarakat internasional terhadap Timnas sepak bola Indonesia. Seperti itulah kira-kira, NU saat ini.
Dalam pandangannya, NU ibarat gadis cantik yang dilirik oleh banyak orang. Baik di tingkat, lokal Kabupaten misalnya, provinsi, nasional dan juga internasional.
Lawatan Ketua Umun PBNU, KH Yahya Staquf (Gus Yahya) pekan lalu, misalnya, adalah untuk berbicara dengan para pengambil keputusan di Amerika. Suara tentang visi Nahdlatul Ulama ke depan.
“Kalau Anda sekalian pernah dengar waktu itu di Jawa Timur ada Konferensi Internasional tentang Fiqih peradaban di Hotel Shangrila Surabaya dan juga nanti bulan November awal November insyaAllah akan ada lagi Konferensi Internasional tentang Islam humanitarian atau Al Islam Lil insaniah. Atau Islam untuk memanusiakan,” ujarnya.
Dia menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam Wisada Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Blitar, Sabtu (21/9/2024) lalu.
Jadi di tengah tengah berbagai konflik atau berbagai masalah di dunia seperti perang Ukraina dan juga Palestina dengan Israel.
Di tengah-tengah perubahan perubahan UU politik dan ekonomi, NU punya daya tawar yang tinggi untuk memberikan sumbangan sih pemkiran kepada dunia, utuk arah perdamaian dan keadilan.
“Anda sekalian adalah ada di titik di mana punya kesempatan yang besar untuk memanfaatkan ini semua,” tuturnya.
“Begitu juga di tengah tengah Indonesia yang sedang berusaha untuk meloncat memanfaatkan bonus demografi, ya di mana Anda menemukan bagian dari ini? Bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. NU salah satu unsur elemen masyarakat yang bukan hanya besar jumlahnya, juga penting dari sisi kualitasnya,” lanjutnya.
Beberapa waktu yang lalu, terangnya, ada sebuah survei yang menyatakan bahwa selama 20 tahun terakhir dari 2005 sampai 2023. Ada lonjakan anggota atau simpatisan 2 kali lipat dari 27% di tahun 2005 menjadi 56,9%
tahun 2023. Jadi jumlah warga NU sekarang ini itu lebih dari separuh warga negara Indonesia. Kalau warga Indonesia ada 270 juta maka minimal yang 150 juta adalah warga warga NU. Jadi, nanti sebagian besar dari penduduk Indonesia adalah angkatan muda baik generasi Z maupun generasi Y.
“Dan itulah pula cermin dari warga NU. Sebagian besar adalah anak muda. Oleh karena itu, di samping ada peluang yang sangat besar, juga ada tantangan tantangan yang harus kita hadapi,” katanya mengingatkan.
Jadi di tahun 2030 nanti, lanjut Suaidi, ada yang disebut dengan Bonus demografi yaitu penduduk produktif sangat besar dibanding dengan penduduk yang tidak produktif atau penduduk yang lebih tua.
Tetapi kalau tidak bisa memanfaatkan generasi muda ini atau bonus demografi ini, maka justru kita terancam terpuruk. Kalau kita bisa memanfaatkan bonus demografi di tahun 2030 nanti. Kita akan bisa mencapai apa yang oleh pemerintah disebut sebagai. Generasi emas atau Indonesia mas 2045. Satu abad kemerdékaan bangsa Indonesia.
“Jadi tantangannya sangat besar. Yang kedua yang saya ingin sampaikan adalah bahwa NU menjadi daya tarik yang besar. Baik di lokal, nasional maupun internasional bukan semata mata karena jumlahnya yang besar. Tetapi karena paham Islam Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdiyah, di tengah tengah berbagai gerakan Islam yang cenderung konservatif dan radikal. Yang menganggap perubahan perubahan dunia dan teknologi sebagai musuh,
“ paparnya.
Maka, ungkapnya lebih lanjut, justru Aswaja atau ahlusunnah wal jamaah annadliyah lah yang menawarkan solusi. Salah satu yang sekarang sedang ditawarkan itu adalah Fiqih peradaban. Al islam insaniah. Apa itu Fiqih peradaban dan Islam Insaniah?
“Kami minta izin untuk sedikit memberikan penjelasan. Fikih peradaban itu adalah semacam paradigma di mana tanggung jawab untuk perubahan ke depan Indonesia dan dunia ada di tangan NU atau Aswaja,” jelasnya.
Dengan mengedepankan pada kesetaraan warga negara dan keadilan. Dan memperjuangkan. Perdamaian di seluruh dunia. Nah fikih peradaban ini mengandung satu metodologi pemikiran yang khas aswaja menghadapi perubahan perubahan ke depan.
“Jadi kalau dulu, fikih itu hanya menghadapi masalah masalah yang bersifat lokal atau berdasarkan ideologi Islami atau identitas politik ya Islam tidak Islam NU tidak itu. Maka fikih peradaban ingin mengangkat bahwa semua orang adalah sama dan mari kita bersama sama memperjuangkan perdamaian dan keadilan,” urainya.
Hanya saja, unitarian Islam adalah tawaran dari Visi NU itu kepada semua orang di seluruh dunia. Karena kalau dengan label fikih peradaban, maka mereka kurang bisa menangkap.
Asep Kusdinar SHut MH mewakili PJ Gubernur Jawa Timur, mengutarakan, globalisasi telah membawa kita ke dalam area kompetisi yang tidak lagi terbatas oleh batas batas negara. Persaingan tidak hanya terjadi di tingkat lokal atau nasional.
Tetapi di seluruh dunia. Di kompetisi ini hanya mereka yang siap berinovasi, beradaptasi, dan terus belajar yang akan mampu bertahan dan unggul.
“Dunia membenarkan sosok yang tidak hanya menguasai pengetahuan. Tetapi juga memiliki karakter kuat, keterampilan, dan kemampuan kolaborasi dalam keragaman. Budaya dan perspektif,” katanya.
Menurutnya, tantangan program tidak hanya menyangkut persaingan karir. Tetapi juga bagaimana kita bersama sama, dapat memecahkan masalah besar dunia seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan kesenjangan sosial.
“Inilah saatnya Anda berperan sebagai agen perubahan. Membawa ilmu yang telah diperoleh untuk memberikan dampak positif. Baik bagi masyarakat lokal maupun komunitas internasional,” tegasnya.
“Saya yakin. Dengan ilmu yang didapat, kompetisi dan pengalaman yang didapat selama kuliah di Universitas Nahdlatul Ulama Blitar membuat Anda semua untuk menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya kompetitif. Tetapi juga visioner,” katanya dalam acara yang antara lain dihadiri beberapa tokoh pendiri UNU Blitar seperti Prof H M Zainuddin, KH Masdain Rifai Ahyat dan KH Ardani Ahmadiyah (Rais Syuriah PC NU Blitar). (imam ka/ taqim)