Oleh: Rosidi
Teater sekolah di Kabupaten Kudus kian semarak. Salah satunya digairahkan oleh Festival Teater Pelajar (FTP), yang digelar rutin setiap tahun oleh Teater Djarum sejak 10 tahun terakhir. Ada peran Industri Hasil Tembakau (IHT) dalam menggairahkan teater sekolah, hingga kualitasnya kini bisa disejajarkan dengan aktor-aktor teater ibukota.
Lapangan bulutangkis GOR Djarum Kaliputu, Kudus itu disulap menjadi sebuah panggung pementasan yang cukup menarik, lengkap dengan tata lampu yang sangat apik. Selama tiga hari, 24-26 November 2017, panggung itu menjadi saksi bisu para finalis Festival Teater Pelajar (FTP) dari sembilan sekolah di Kabupaten Kudus, beradu akting untuk menjadi yang terbaik.
Mengusung tema-tema pewayangan, sembilan sekolah yang terdiri atas empat teater dari sekolah tingkat SMP, yakni Teater Essaka (SMP 1 Kaliwungu), Teater Ukur (MTs NU Maslakul Falah), Teater Robot (SMP 1 Kudus), dan Teater PR (MTs NU Nahdlatul Athfal).
Sedang lima teater lain dari tingkat SMA, terdiri dari Teater Studio One (SMA 1 Kudus), Teater Oscar (SMK NU Hasyim Asy’ari 2), Teater Apotek (SMK Duta Karya), Teater Saka (SMK 2 Kudus), serta Teater Jangkar Bumi (MA Qudsiyyah).
FTP sendiri, bukan sebuah ajang untuk coba-coba, karena para juri yang didatangkan di sesi final, adalah seniman yang memang sudah sangat teruji pengalaman maupun kualitasnya. Ada tiga juri dalam kesempatan ini, yaitu Inayah Wulandari (seniman yang juga putri KH. Abdurrahman Wahid/ Gus Dur), Sita Nursanti (mantan personel RSD), dan seniman teater sekaligus dalang, Waryoto Giok.
Dan penampilan teater dari masing-masing sekolah, sungguh membuat para juri terhenyak, lantaran seakan bukan teater anak sekolah yang sedang ditontonnya, melainkan sudah sangat terlihat sangat bagus secara kualitas, sehingga sudah layak ketika dipentaskan di panggung di ibukota sekali pun.
‘’Secara mendasar, ide-idenya sangat banyak. Tekniknya bagus. Saya merasa, mereka sudah matang, kita (juri-red) kayak tidak melihat pementasan teater anak sekolah lagi, melainkan kayak bener-bener melihat pertunjukan profesional,’’ ujar Inayah Wulandari.
Hal sama disampaikan Sita Nursanti. Sita mengaku sangat terkesan dengan apa yang sudah ditampilkan oleh teater dari anak-anak sekolah dalam FTP tersebut. ”Ini beneran, nih, anak-anak sekolah yang main?,’’ ungkapnya.
Dalam penilaiannya, apa yang ditampilkan para finalis di panggung FTP, nampak sudah profesional dan sangat kreatif. ‘’Jika terus di-support, ke depan Kudus akan menjadi salah satu kota teater di Indonesia. Semoga FTP ini akan terus ada, sehingga ada penyelenggaraan yang ke-100,” tuturnya.
Dukungan IHT
Penyelenggaraan FTP di Kabupaten Kudus, tidak lepas dari dukungan salah satu Industri Hasil Tembakau (IHT) atau yang lebih dikenal dengan perusahaan rokok kretek. FTP muncul berkat Teater Djarum didukung Bakti Budaya Djarum Foundation serta Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kudus.
Asa Jatmiko dari Teater Djarum, mengutarakan, dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation terhadap seni budaya di Kudus dan sekitarnya, memang sangat besar. ‘’Selain agenda rutin FTP, ada workshop teater untuk anak-anak dan pembina teater, serta serangkaian pementasan oleh kelompok seni budaya,’’ jelasnya.
Adi Pardianto dari Bakti Budaya Djarum Foundation, memaparkan hal yang menarik dari serangkaian dukungan terhadap seni budaya itu, yakni sebagai langkah dalam gerakan menuju Indonesia Digdaya.
‘’Indonesia Digdaya ini akan terwujud, manakala sejak usia dini, anak-anak diberi ruang untuk berkreativitas. Salah satunya adalah melalui ajang FTP yang kini telah memasuki tahun ke-10,’’ urainya.
Terkait tema pewayangan yang dipilih dalam FTP tahun 2017 ini, menurutnya berangkat dari kenyataan semakin jauhnya anak-anak sekarang dari dunia pewayangan. ‘’Kisah-kisah pewayangan penuh nilai-nilai dan kearifan yang bisa menjadi teladan. Maka kita ingin mendekatkan anak-anak dengan nilai-nilai dan kearifan yang ada dalam kisah pewayangan,’’ paparnya.
Lindungi IHT
Noor Ahsin S.Pd. M.Pd., dosen Universitas Muria Kudus (UMK) yang didaulat sebagai salah satu juri dalam seleksi FTP 2017, menuturkan, mengangkat tema wayang dalam pementasan teater bagi anak sekolah, sangatlah berat. Butuh interpretasi dan pendalaman yang tidak singkat, agar memiliki pemahaman yang baik terhadap tema.
‘’Namun begitu, setelah menyaksikan pementasan para finalis di FTP, Saya dibuat kegum. Para aktor teater sekolah itu, mampu menyuguhkan sebuah pementasan yang tidak saja bagus, tetapi memiliki kualitas luar biasa,’’ akunya.
Salah satu seniman teater, Saliem Sabendino, mengatakan, gelaran panggung FTP dan dukungan terhadap panggung seni budaya, tak bisa dilepaskan dari kontribusi IHT atau perusahaan rokok kretek di Kabupaten Kudus.
Atas kontribusi itu, dia menilai, selayaknya IHT mendapatkan apresiasi dan dilindungi keberadaannya. ‘’Kretek sendiri, merupakan produk khas asli Indonesia yang ditemukan salah satu putra terbaik Kudus, H. Djamhari. Cerita soal penemuan kretek oleh H. Djamhari ini sudah sangat populer di masyarakat,’’ ungkapnya.
Dia berujar, perlindungan terhadap IHT oleh pemerintah, bisa diwujudkan dengan leahirnya kebijakan-kebijakan (regulasi) yang tidak menyudutkan (diskriminatif), sehingga IHT bisa berkembang dan maju.
‘’Di Kudus, IHT ini menjadi salah satu penopang perekonomian masyarakat. Jika kemudian banyak kebijakan yang menyudutkan dan mendiskriminasi, maka keberadaannya pun akan terancam,’’ lanjutnya diamini Arif Khilwa dan Aloeth Pati, dua seniman asal Kabupaten Pati.
Dikatakannya, jika IHT terancam keberadaannya dan kemudian gulung tikar, maka tidak sekadar sektor perekonomian yang akan terkena dampaknya, juga seni budaya, khususnya di Kudus dan sekitarnya.
‘’Jika IHT kretek gulung tikar, tidak hanya sektor ekonomi yang terdampak, juga bidang seni budaya. Perkembangan seni budaya di sekitaran Kudus, banyak ditopang oleh sektor IHT. IHT harus dijaga dan dilindungi. Seni budaya adalah martabat bangsa. Dan IHT adalah warisan leluhur yang telah berkontribusi besar bagi negara dan puluhan juta rakyat di negeri ini,’’ tegasnya. (*)