KUDUS, Suaranahdliyin.com – Pada Ramadan kali ini, Dewan Mahasiswa (Dema) IAIN Kudus menyelenggarakan kajian secara daring dengan mengusung tema “Taburan Ruhani Di Bulan Ramadhan” dengan mendaulat Dr Abdulloh Hamid MPd (RMI PBNU/ founder Dunia Santri Community) sebagai narasumber. Tema ini terinspirasi dari banyaknya kemuliaan yang Allah turunkan di bulan suci ini.
Ramadan bersama dua bulan sebelumnya, yaitu Rajab dan Syakban, disebut dengan syahrul haram (bulan mulia). Rajab biasa disebut dengan bulannya Allah, sehingga dianjurkan di dalamnya memperbanyak istighfar. Syakban disebut sebagai bulan Rasulullah, yang dianjurkan di dalamnya memperbanyak bershalawat untuk mendapatkan kemuliaan di bulan tersebut.
Selanjutnya, Ramadan merupakan bulan umat Rasulullah. Di bulan suci ini, diturunkan pintu maghfiroh kepada umat Islam. Ramadan juga disebut syahrul Quran, lantaran pada bulan ini diturunkan wahyu (al-Quran) kepada Nabi Muhammad.
Banyaknya keutamaan pada bulan Ramadan, menjadi ajang untuk umat Islam berlomba meningkatkan kualitas ibadah, dan mengharap rida Allah. Namun begitu, tak sedikit pula orang yang merugi karena tidak mendapatkan keutamaan Ramadan.
Sebagaimana hadis Rasulullah sebagaimana diriwayatkan Ath Thobrani: “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga”.
Orang-orang yang dimaksud dalam hal ini, yaitu yang melakukan muhabithoh, yaitu perilaku yang tidak membatalkan puasa tetapi menghilangkan pahala puasa, seperti ghibah, berbicara kotor dan lain sebagainya.
Dr Abdulloh Hamid pada kesempatan itu mengajak seluruh elemen masyarakat yang ada, terkhusus mahasiswa IAIN Kudus, untuk meng-upgrade diri, memperbaiki diri dengan amaliah-amaliah (ibadah-ibadah) di bulan suci.
Mengutip Imam Ghazali, dia menyampaikan, bahwa orang puasa terdapat tiga tingkatan, yaitu puasanya orang pada umumnya, puasanya orang khas, dan puasanya orang khowasul khaas. Hal yang menentukan tingkatan puasa seseorang, adalah bagaimana seseorang tersebut dalam menahan nafsu.
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu pun menjelaskan pembagian nafsu yang terdiri atas nafsu lawamah, nafsu amarah dan nafsu muthmainah. Menurutnya, saat puasa Ramadan kita dituntut untuk menekan nafsu lawamah dan nafsu amarah, karena sejatinya puasa adalah cara untuk melemahkan nafsu yang dapat meningkatkan potensi buruk.
Untuk melemahkan nafsu, tidak hanya dengan puasa, juga bisa dengan qiyamul lail, tahajud, salat hajat dan lain-lain. “Dan ketika kita dapat mengimplementasikan keikhlasan dalam beribadah, maka kelak kita akan dapat merasakan nikmatnya bertemu dengan Tuhan,” jelasnya. (ferdian zulham arifin/ rid, mail, ros, adb)