Ngomong Politik di MI6, Djoko Edhi Ulas Problematika Bangsa

0
932

Mataram, Suaranahdliyin.com MI6 mengadakan acara Ngomong Politik (Ngompol) bersama tokoh oposisi kritis Nasional Djoko Edhie Abdurahman ( Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan  Bantuan Hukum PB NU ), Selasa, (28/11/2017). Pada acara  yang bertempat di Kantor Mi6, Jl Sriwijaya No 16 Mataram (depan Episentrum Mall), Djoko mengulas sejumlah problematika bangsa dan negara Indonesia dalam beragam perspektif.

Dalam acara yang dipandu aktivis Walhi, Ahmad SH ini, Djoko membuka pemaparannya dengan mengulas perkembangan interpretasi terhadap Pancasila dari berbagai rezim yang pernah berkuasa di Indonesia. Menurut Djoko, setiap rezim selalu memiliki tafsir tunggal terhadap Pancasila.

Pada zaman prde baru di bawah kepemimpinan Suharto, ia mencontohkan, Pancasila menjadi ideologi yang dipakai untuk menghabisi ideologi komunis yang ada di tubuh PKI. “Zaman orde baru, Pancasila dijadikan senjata oleh orde baru, PKI habis,” ujarnya.

Saat ini pun, menurutnya, Pancasila juga  ditafsirkan oleh rezim yang berkuasa. Sayangnya, Djoko menilai penerapan semangat Pancasila justru dipakai untuk bersenyawa dengan kekuatan-kekuatan asing yang kemudian diwujudkan dalam berbagai kesepakatan global. Bahkan, salah satu kesepakatan yang melahirkan globalisasi, justru dibuat di Jakarta pada medio 1990an, dengan digelarnya pertemuan APEC.

“Jangan lupa, globalisasi yang kita rayakan hari ini tidak lahir di barat, di timur, tapi di Jakarta lahirnya,” ujar Djoko.

Mantan anggota DPR RI ini juga mengutarakan perkembangan politik mutakhir yang melibatkan sejumlah kekuatan Islam. Djoko menyoroti adanya gejala untuk membangun definisi unik dari radikalisme Islam untuk menekan kekuatan-kekuatan Islam yang berseberangan dengan pemerintah.

Menurut Djoko, radikalisme di Indonesia saat ini memang terkesan unik. “Tadinya radikalisme hanya diasosiasikan dengan terorisme. Tapi sekarang ustad yang ngomong terlalu keras juga dibilang radikalisme.”

Djoko juga mengulas sejumlah fragmen pertarungan kekuatan barat yang diwakili (AS) dengan China dalam memengaruhi kebijakan ekonomi Indonesia. Hal ini misalnya terlihat dari kesepakatan bersama Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang diteken oleh Presiden Joko Widodo. AIIB, menurut Djoko, merupakan salah satu dari tiga bank milik China.

Djoko menilai di Indonesia sendiri saat ini pertempuran antar kekuatan di Indonesia untuk memengaruhi rakyat juga sudah bergerak maju. Salah satunya terlihat dari penggunaan media sosial yang cenderung lebih marak ketimbang penggunaan media konvensional.

“Kalau yang mainstream kan sudah bisa diatur. Kalau sosmed kan nggak bisa diatur. Pemerintah aja kelabakan mengatur sosmed itu. Muncullah hoaks-hoaks itu,” ujarnya.

Padahal, menurut Djoko, hoaks paling efektif justru dibuat oleh pemerintah.  “Nggak adalah hoaks itu dari masyarakat. Kalau dibuat masyarakat, kan kita bisa cek,” ujarnya. (adb/ros)

Comments