KUDUS, Suaranahdliyin.com – Jika ada para penulis pemula yang masih merasa kesulitan bagaimana cara menulis yang gampang dan mudah, Khilma Anis, penulis novel ‘’Hati Suhita’’ memberikan tips yang cukup menarik.
Menurutnya, ‘’ilmu alat’’ dalam menulis adalah sastra. Ya, baginya, menulis (dan juga membaca karya sastra) merupakan sarana efektif untuk belajar menulis secara serius. ‘’Kenapa novel atau karya sastra secara umum? Karena sastra lebih mudah dipahami dan diterima banyak kalangan,’’ katanya, Jum’at (31/5/2019) pagi.
Ditemui Rosidi dan Sugiono dari Suaranahdliyin.com di kediaman almarhum KH. Turaichan Adjhuri di Kelurahan Langgardalem, Kecamatan Kota, Khilma Anis yang saat itu ditemani Chazyal Mazda Choirozyad TA dan besama salah satu putranya, mengemukakan, sastra adalah media menarik untuk pembelajaran.
‘’Kalau menurut KH. Husein Muhammad, dengan sastra maka hati akan lembut. Maka pelajarilah sastra,’’ ungkapnya mengutip salah satu pesan dari cendekiawan Islam di tanah air itu.
Berbeda jika menulis buku non sastra. ‘’Kalau buku-buku serius, yang membaca itu kalangan tertentu. Sastra untuk semua kalangan. Dan jika seseorang memiliki dasar menulis sastra yang bagus, menulis apapun juga akan bagus. Jadi sastra itu alat untuk menulis yang lebih serius,’’ paparnya.
Lepas dari mau menulis sastra atau tidak, Khilma Anis mengajak kepada generasi muda Indonesia untuk menulis. ‘’Sebenarnya menulis memang bukan profesi pilihan. Bukan yang bisa dijadikan mencari penghidupan (maisyah). Tetapi berkaca dari yang saya lakukan, banyak hal yang bisa dijadikan motivasi,’’ tuturnya.
Salah satu motivasi itu, menurut penulis yang pernah mengajar di MA NU Muallimat Kudus dan aktif di LPM Arena UIN Sunan Kalijaga sewaktu masih mahasiswa tersebut, yaitu menularkan ilmu.
‘’Menularkan ilmu ini bisa jadi amal jariyah. Menulis juga bisa berimplikasi manifestasi birrul walidain. Novel ‘Hati Suhita’, misalnya. Karena ditulis dengan serius dan didistribusikan secara serius, akhirnya bisa ngelabeti pesantren, orang tua dan lainnya. Bisa memberangkatkan umroh orang tua juga,’’ ujarnya.
Bagaimana potensi santri dalam dunia penulisan? Menurutnya, pesantren memiliki banyak potensi. Jika ada santri pesantren berhasil menjadi penulis, dia memastikan pasti pesantrennya hebat.
‘’Pesantren yang melahirkan para penulis bisa dibilang hebat, karena kiainya pasti moderat, lingkungannya kondusif dan mendukung proses menulis. Di Jombang, banyak kiai yang men-support santrinya jadi penulis; menyiapkan buku-buku untuk belajar, membebaskan santri mengundang narasumber, dan lainnya. Semua dibentuk oleh lingkungan,’’ jelasnya. (ros, gie/ adb, rid, mail, luh, lam)