
JAKARTA, Suaranahdliyin.com – Jum’at (31/1/2020) Nahdlatul Ulama (NU) memeringati Hari Lahir (Harlah)-nya ke-94. NU, Jami’yyah Diniyyah Islamiyyah Ijtima’iyyah yang didirikan pada 31 Januari 1926 di Jl. Bubutan Surabaya dan dideklarasikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, dan kiai-kiai lain, bertujuan membangun embrio pergerakan nasional dalam bingkai Islam ahlussunnah wal Jamaah.
Peringatan Harlah ke-94 NU didahului khatmil qur’an, istighasah, tahlil, dan peletakan batu pertama dimulainya groundbreaking perluasan gedung PBNU. ‘’Mudah-mudahan NU senantiasa diberi kekuatan dalam mengemban amanah diniyyah dan amanah wathaniyyah di tengah-tengah masyarakat,’’ kata Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj MA dalam pidatonya pada peringatan Harlah ke-94 NU.
Menurut KH. Said Aqil Siroj, NU akan segera memasuki usia satu abad pada 2026, sehingga langkah-langkah mengukuhkan kemandirian organisasi ini, perlu terus dilakukan. ‘’Jika menelusuri sejarah, akar kemandirian NU bersendikan pada tiga embrio. Yaitu tahswirul afkar (dinamisasi pemikiran), nahdlatut tujjar (revitalisasi ekonomi), dan nahdlatul wathan (internalisasi ideologi Ahlussunnah wal Jamaah yang berwawasan kebangsaan dan nasionalisme),’’ terangnya.
Tiga embrio itu, landasan utama berdirinya NU. ‘’Pilar intelektual, ekonomi, dan nasionalisme-lah yang akan mengukuhkan bangunan NU. Pada tiga pilar ini, arah khittah kemandirian NU dikukuhkan. Khittah asasiyyah yang akan menjadi penjaga tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),’’ ungkapnya.
Menghadapi era baru persaingan ekonomi global, langkah-langkah revitalisasi menuju penguatan gerakan ekonomi nasional, yang bertumpu pada upaya terwujudnya keadilan social, perlu terus didorong dan diupayakan.
Kebijakan-kebijakan jangka pendek yang bersifat afirmatif (yang berdampak langsung pada pemberdayaan masyarakat) masih perlu dilakukan. Namun lebih dari itu, rancang bangun pengelolaan sumber alam dan anggaran Negara, harus berpihak kepada kalangan mustadh’afin (budget pro poor).
‘’Negara -dalam hal ini pemerintah- tidak punya pilihan lain mengingat saat ini masih banyak sektor-sektor ekonomi strategis, yang pengelolaannya dikuasai segelintir konglomerat saja, baik pribumi maupun asing,’’ lanjut KH. Said Aqil Siroj menambahkan.
Pada dimensi kebangsaan, tuturnya, NU sebagai bagian dari infrastruktur sosial, akan senantiasa berpijak pada koridor-koridor moderasi, keseimbangan, toleran dan keadilan, sesuai prinsip dasar Ahlussunnah wal Jamaah.
‘’NU sangat berharap negara kuat, bermartabat di tengah masyarakat yang mandiri dan otonom, sehingga dapat berperan optimal dalam mewujudkan perdamaian dunia. Itulah mengapa Muktamar ke-34 NU pada Oktober 2020 di Lampung, mengusung tema ‘NU Mandiri Indonesia Bermartabat’,’’ ungkapnya. (rls/ adb, ros, rid)