Yogyakarta, Suaranahdliyin.com – Pesantren sebagai subkultur sosial kemasyarakatan harus tampil sebagai agen perubahan sosial dan menanamkan cinta tanah air dengan pemahaman Islam yang moderat dan kontekstual. Hal itu disampaikan oleh Menteri Agama RI, KH. Lukman Hakim Saifuddin dalam pembukaan Muktamar Pemikiran Santri Nusantara di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Rabu (10/10/18).
Menag menilai sebuah lembaga dapat disebut sebagai pondok pesantren harus memiliki dua unsur yang saling terkait, yaitu Ruh al-Ma’had dan Arkan al-Ma’had. Keduanya merupakan hal ihwal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
“Ruh al-Ma’had adalah semangat yang dibangun dalam sebuah lembaga berupa keagamaan, kesederhanaan, keikhlasan, tanggung jawab, kemandirian, dan cinta tanah air,” kata Menag Lukman.
Menurut Menag, hal tersebut hendaknya dijadikan semangat dalam membangun pendidikan santri yang memiliki target mewarnai globalisasi dengan pemahaman Islam yang moderat dan menjunjung tinggi kearifan lokal Nusantara. Santri dan pesantren sebagai model pendidikan tertua juga harus menjaga nasionalisme sebagaimana para ulama pendiri bangsa.
“Yang kedua adalah arkan al-ma’had, yaitu kebiasaan dan adat yang harus ada di dalam pesantren, diantaranya kiai, santri, kitab kuning, menginap (mondok), dan masjid sebagai pusat keilmuan di pondok pesantren,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menag juga menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak hanya berfungsi memperkuat silaturrahim antar santri, tetapi juga silatulafkar (hubungan pemikiran) antar santri dan pondok pesantren se-Indonesia.
“Ini akan terus jadi komitmen besar pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Agama untuk mengembangkan pesantren dan santri,” katanya. (Far)