KUDUS, Suaranahdliyin.com – Berjuang tidak melulu mesti menggunakan senjata. Perjuangan melalui pena (tulisan), juga menjadi hal yang tak kalah penting, apalagi di era perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) seperti sekarang ini.
Pentingnya perjuangan melalui tulisan (pena) itu disampaikan Dr. KH. Ahmad Faiz LC. MA. saat berkesempatan menjadi khatib di masjid Darul Ilmi Universitas Muria Kudus (UMK), belum lama ini.
Dalam khutbahnya, KH. Ahmad Faiz mengisahkan, bahwa menjelang keberangkatan Rasulullah bersama para sahabatnya ke meda perang Badar, datanglah seorang remaja usia 13 tahun dengan membawa sebilah pedang yang panjangnya melebihi badannya.
Setelah berada di dekat Rasulullah, dia berkata: ‘’Saya bersedia mati untuk Anda, wahai Rasulullah. Izinkanlah saya berjihad bersama Baginda, memerangi musuh-musuh Allah di bawah panji-panji Anda wahai Rasulullah’’.
Rasulullah gembira dan takjub dengan remaja itu. Namun Rasulullah tidak mengizinkannya berperang, karena usianya masih sangat muda. Dia pulang dengan kesedihan, karena niatnya memperjuangkan Islam belum terlaksanakan. Ibunya tak kalah sedih mendapati anaknya pulang dengan kesedihan belum mendapat kesempatan membela Islam.
Mereka tak menyerah. Ibunya kemudian menghubungi kerabatnya, untuk menyampaikan tekad anaknya kepada Rasulullah.
Saat menghadap Rasulullah, kerabat ibu itu berkata: ‘’Wahai Rasulullah. Ini anak kami. Dia hafal 17b surat dari al-Quran. Bacaannya fasih. Dia pandai pula baca tulis Arab. Tulisannya indah. Bacaannya lancar. Dia ingin berbakti kepada Baginda dengan keterampilan yang ada padanya. Jika Baginda menghendaki, silakan dengarkan bacaannya’’.
Usai Rasulullah mendengar bacaannya, Rasulullah memerintahkan remaja itu mempelajari Bahasa Ibrani. Dalam waktu singkat, dia berhasil. Kemudian remaja itu pun diangkat menjadi sekretaris Rasulullah ketika berinteraksi dengan orang-orang Yahudi. Remaja itulah yang membacakan surat Yahudi dan menuliskan surat Rasulullah kepada mereka.
Rasulullah kemudian meminta remaja itu mempelajari Bahasa Suryani. Tak membutuhkan waktu lama, ia pun berhasil menyelesaikan tugas dari Rasulullah. Ia pula yang menjadi sekretaris Rasulullah saat berinteraksi dengan orang-orang berbahasa Suryani.
Setelah Rasulullah benar-benar yakin dengan kompetensi remaja itu, sang remaja tersebut kemudian diangkat menjadi sekretaris wahyu. Setiap kali ayat al-Quran turun, dia segera dipanggil Rasulullah untuk menulisnya dengan urutan sebagaimana perintah Rasulullah. ‘’Siapa remaja itu? Dia bernama Zaid bin Tsabit,’’ ujar KH. Ahmad Faiz dalam khutbahnya.
Menurut KH. Ahmad Faiz, kisah tersebut mengisahkan betapa Rasulullah Muhammad SAW telah mempersiapkan seorang remaja untuk berkontribusi dalam perjuangan Islam melalui tulisan (pena).
‘’Perjuangan lewat pena ini sebuah langkah strategis, yang mengisyaratkan kepada generasi selanjutnya, tentang sebuah perang yang tidak menggunakan senjata, melainkan menggunakan pena, yang dalam konteks kekinian disebut dengan perang opini atau perang pemikiran,’’ ujarnya.
Melalui pena, terangnya, banyak musuh-musuh Islam yang melancarkan tuduhan buruk terhadap Islam melalui beragam media, baik media cetak, media elektronik, buku, website (situs), dan lain sebagainya.
‘’Menjawab tantangan itu, sudah menjadi tuntutan bagi generasi muda Islam untuk bisa menulis. Dengan pena, kita counter musuh-musuh Islam. Maka, remaja dan para pemuda Islam, harus mengambil bagian dalam bidang -perjuangan melalui pena- ini. (luh/ ros)