Selama tinggal di Jawa, saya mengenal kata ‘’hujan” dengan “jawoh“. Ada yang mengatakan, “jawoh” itu berasal dari kata “Ja’a rahmatullah” (datang Rahmat dari Allah). Dengan kata lain, hujan merupakan penanda datangnya rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kehadiran hujan menjadi momentum yang dinanti, ketika berbulan-bulan telah mengalami musim kemarau. Tanaman yang sebelumnya mengering, dapat tumbuh menjadi subur dengan air hujan. Kekurangan air bersih di beberapa desa, dengan datangnya hujan menjadi melimpah; berkah hujan.
Namun kehadiran hujan juga terkadang juga memunculkan kekhawatiran masyarakat, jika intensitasnya tinggi.
Intensitas hujan yang tinggi, sewaktu-waktu bisa menyebabkan banjir, pohon tumbang, sehingga dapat merugikan, bahkan tak jarang ada korban jiwa.
Namun, kehadiran hujan yang seperti ini menjadi wadah kita dalam wujud kepedulian sesama umat Islam. Masyarakat yang tidak terdampak berlomba-lomba dalam bersedekah, sebagai wujud kepedulian sesama.
Dengan demikian, hujan bisa menjadi berkah dan bisa menjadi bencana. Tergantung melihatnya dari perspektif atau sudut pandang apa.
Namun perlu dipahami, bahwa mestinya hujan merupakan berkah bagi umat manusia. Sedang berbagai bencana yang seringkali terjadi yang mengiringi datangnya hujan, karena lingkungan yang sudah banyak mengalami kerusakan dan sistem pengairan kurang baik.
Hujan yang turun ke bumi dalam Islam juga disebut sebagai rahmat. Allah menegaskan hal ini dalam al-Quran: “Dan dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28).
Seingat saya, Ramadan tahun-tahun lalu, bertepatan dengan cuaca yang sangat terik. Sedikit berbeda dengan Ramadan kali ini, yang masih berada pada musim hujan, bahkan intensitas hujannya masih cukup tinggi.
Salah satu hal yang patut disyukuri sebagai umat Islam ketika hujan saat Ramadan, yaitu hujan datang sebagai rhmat Allah di bulan yang penuh dengan berkah, menjadi momentum kebersamaan menjadi istimewa.
Ramadan pun identik dengan berbagi. Maka banyak kesempatan kita biasa melihat masyarakat berbagi takjil menjelang berbuka, berbagi kepada fakir-miskin dan orang yang membutuhkan, dan lainnya lagi kebaikan ditingkatkan selama Ramadan.
Dan hujan pada momentum Ramadan kali ini, mengingatkan kita juga akan pentingnya berbagi. Bagi mereka yang kurang beruntung, hujan bisa menjadi ancaman. Namun, di sisi lain, hujan juga memberi peluang bagi kita untuk beramal (bersedekah), membantu sesama yang membutuhkan bantuan.
Bencana banjir di Demak pada awal Ramdan lalu, misalnya, sangat berdampak kepada warga. Berhari-hari para warga terdampak banjir mengungsi di tempat yang aman. Hal ini merupakan peluang bagi yang tidak terkena banjir untuk peduli, membantu mereka.
Sebagai penerapan nilai kepedulian sesama manusia, santriyah Prisma Quranuna Kudus juga membuka donasi untuk warga terdampak banjir di Demak dan sekitarnya.
Akhirnya, ternyata apa yang kita pikirkan sebagai suatu musibah, di sisi lain terdapat nilai positif yang dapat kita petik. Seperti halnya hujan, tidak semata-mata membawa bencana, bahkan tiap tetesan air yang turun itu, membawa Rahmat dari Allah; Ja’a rahmatullah. Wallahu a’lam. (*)
Istinganah Nur Rahayu,
Penulis adalah santriyah Pondok Pesantren Prisma Quranuna Kudus dan Mahasiswa Program Studi Tadris Biologi Fakultas tarbiyah IAIN Kudus.