Bagi santri/ santriyah, Ramadan tidak sekadar selalu dinanti kehadirannya. Namun Ramadan menjadi bulan suci yang memiliki makna khusus bagi para generasi muda yang Tengah dalam masa rihlah ilmiah itu.
Di antara beragam kegiatan yang diagendakan, para santri/ santriyah tak akan lupa memasukkan untuk mengikuti kajian keislaman selama Ramadan, yang sering dikenal dengan pesantren kilat. Dinamakan pesantren kilat, karena masa kegiatannya ‘hanya sebentar’, yakni saat Ramadan saja. .
Digelarnya pesantren kilat, bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang kajian-kajian keislaman kepada santri/ santriyah, memperkuat ketakwaan dan mengisi bulan suci dengan kegiatan positif dan bernilai ibadah.
Dan biasanya, pesantren kilat -ada yang menyebutnya mondok pasanan– ini biasanya terbuka untuk Masyarakat umum. Jadi tidak dikhususkan bagi santri mukim di suatu pondok pesantren tertentu.
Di Pondok Prisma Quranuna, kegiatan yang cukup berbeda, digelar. Yaitu sebuah program yang dirancang sedemikian rupa dan disebut dengan Prismaguna, yaitu Program intensif Santriyah Responsif Gender Siap Guna.
Program Ramadan yang diselenggarakan oleh Yayasan Prisma Quranuna Indonesia di Kudus ini, merupakan Upaya membekali santriyah dengan kegiatan yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik, mulai dari keluarga, masyarakat, bangsa dan bernegara.
Beragam aktivitas dalam Prismaguna yaitu pengembangan skill penulisan (literasi), cooking class, kajian kitab kuning, pelatihan public speaking,dan bedah buku.
Prismaguna menjadi kegiatan kerja sama (kolaborasi) dengan berbagai pihak, antara lain dengan Suara Nahdliyyin (Suaranahdliyin.com) terkait pengembangan skill literasi, cooking class bersama Warung Kuliner Mahasiswa (Wakul Mas), serta kerja sama dengan berbagai profesional dalam hal public speaking, tafaqquh fi al-din bersama para kiai muda, serta berbagai bidang berdasarkan kepakaran masing-masing.
Ending dari Prismaguna, diharapkan para santri meningkat wawasan keislamannya, skill penulisan (literasinya), public speaking hingga keterampilan berwirausahanya, sehingga tidak hanya berdampak positif bagi masa depannya, juga dalam hal tafaqquh fi al-din. Wallahu a’lam. (*)
Ainia Refi Mafaza,
Santriyah Ma’had Prisma Quranuna Kudus dan mahasiswa Tadris Matematika IAIN Kudus.