DEPOK, Suaranahdliyin.com – Menjadi mahasantri (mahasiswa santri), adalah salah satu pilihan para mahasiswa/i yang kuliah di Universitas Indonesia (UI) Kampus Depok. Salah satu yang jadi jujugan yaitu Pesantren Mahasiswa (Pesma) Al-Hikam.
Tentu dalam perjalanannya, menyelesaikan dan menyeimbangkan perkuliahan dan kepesantrenan bukan hal yang mudah. Akan tetapi di tahun ini, sebanyak 16 wisudawan berhasil menyelesaikan misi belajarnya di pesantren.
“Lulus dari Al-Hikam bukan berarti selesai menjadi santri. Wisuda bukan berarti berhenti menjadi santri, wisuda ini hanya menyimbolkan selesai belajar di Al-Hikam tetapi harus tetap dilanjutkan belajar di tempat lain,” tutur H. M. Yusron Shidqi, LC. MA., pengasuh Pesma Al-Hikam Depok pada Ahad (24/09/2023).
Pengasuh pesantren yang akrab disapa Gus Yus juga menyampaikan, bahwa rerata umat Islam melihat dunia ini hanya membaca mikrokosmos yang di dalam al-Quran, baru membaca makrokosmos. Sayangnya yang kita khawatirkan adalah orang-orang yang kuliah di kampus-kampus dikatakan dengan kampus non agama (umum), berhenti melihat agama dari makrokosmos kemudian tidak membaca al-Quran.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana orang yang hafal al-Quran ini berhenti hanya membaca Al-Quran tapi tidak mau membaca kehidupan?
Di situlah, kehadiran Pesma Al-Hikam Depok hadir sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan tersebut. “Tujuan utama didirikannya pesantren ini, adalah untuk menjembatani mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu umum, agar tetap bisa belajar agama di tengah kota,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini pengasuh Pesma Al-Hikam Depok juga memberikan apresiasi kepada wisudawan dan ucapan terima kasih kepada dewan pengajar Al-Hikam Depok, yang telah mendidik dan menemani santri-santriyah dengan sabar dan penuh keikhlasan selama empat tahun.
Acara wisuda dilanjutkan dengan rangkaian prosesi wisuda dan pembacaan janji alumni. Selain itu, acara juga disertai dengan berbagai sambutan mengharukan dan ucapan syukur baik dari perwakilan wisudawan, wali wisudawan, wali santri baru, santri baru yang akan dikukuhkan, serta sambutan perwakilan alumni yang memberikan motivasi pascalulus dari pesantren.
Puncak acara, orasi ilmiah disampaikan oleh Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI, Athor Subroto, S.E., M.M., M.Sc., Ph.D., dengan tema orasi “Santri Berkontribusi di Kancah Internasional: Menjaga Tradisi, Mengembangkan Inovasi”.
Athor Subroto menyampaikan, bahwa disrupsi teknologi dan mega disrupsi pandemi menjadi tantangan dunia internasional kini. “Adanya efek geopolitik, geoekonomi dan geostrategi, membuat kehidupan kadang tidak seimbang. Belum lagi pemanasan global dan perubahan iklim yang hingga saat ini menjadi perhatian utama masyarakat dunia,” ujarnya.
Maka dibutuhka kesiapan mental dan fisik yang baik untuk menghadapi adanya transformasi digital yang bergerak dengan cepat. “Ada banyak cerita yang pintar secara akademik tetapi tidak cukup siap menghadapi perubahan dalam transformasi digital ini. Tidak siap menerima perubahan,” tegasnya.
Disampaikannya, bahwa tanpa mengenal tradisi yang baik, maka transformasi ini bisa menjadi sesuatu yang membahayakan. “Pintar secara akademik saja tidak cukup mendapatkan kesiapan dalam hal perubahan transformasi digital yang sangat cepat,” tandasnya.
Dalam pandangannya, penguatan ilmu agama yang didapatkan di pesantren, menjadi pondasi baik untuk menyambut segala bentuk perubahan. “Saya kira Anda akan lebih siap, karena mental dari pesantren saya kira akan lebih cepat bisa beradaptasi dan memiliki tradisi yang membuat sesuatu itu jauh lebih smooth ketika terjadi perubahan. Ini tidak didapatkan oleh banyak mahasiswa lain yang tidak melengkapi dirinya dengan ilmu agama,” paparnya.
Ia pun berpesan agar para santri maupun wisudawan dapat terus merawat tradisi dan melakukan inovasi, karena inovasi akan muncul untuk menghilangkan keluhan pada proses. “Mudah-mudahan tradisi selama ini yang telah kita junjung, bisa mendorong inovasi dan membuat kehidupan menjadi positif,” katanya. (arifin/ ros, rid, adb)