Suatu ketika, dalam forum yang sangat sederhana di Universitas Muria Kudus (UMK), tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Kudus, Prof. Dr. Muslim A. Kadir, mengingatkan akan pentingnya nilai-nilai luhur leluhur masyarakat Kudus yang populer dengan ‘’Trilogi’’ Gusjigang, yakni bagus perilakunya, pintar (pandai) mengaji, dan pandai berdagang.
Pesan budaya Trilogi Gusjigang ini, menjadi istilah yang demikian populer di Kabupaten Kudus, khususnya kalangan akademisi. Ini merupakan “obsesi” menjadi bagus, tidak dalam artian fisik, tetapi memiliki akhlaq al-karimah (perilaku mulia), cerdas dalam bidang keilmuan, dan memiliki jiwa wirausaha (pandai berdagang).
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Gusjigang adalah falsafah hidup, apalagi terminologi ini (telah) mengilhami lahirnya banyak tokoh besar yang lahir di kota terkecil Jawa Tengah ini.
Selain itu, ia menjadi spirit berkembanganya dunia keilmuan, yang ditandai dengan berdirinya banyak perguruan tinggi, di samping keberadaan ratusan pesantren dan madrasah (lembaga pendidikan) yang telah berkontribusi besar mendidik para generasi bangsa.
Pesan budaya ini pun mengilhami banyak pihak, dalam upaya membangun kapasitas dan kualitas diri, dengan tetap memegang prinsip-prinsip etik-moral dan ajaran agama, terlebih bagi para pejabat, yang sudah semestinya menjadi teladan bagi arus bawah.
Para pejabat, selayaknya memegang budi pekerti luhur (akhlaq al-karimah), karena sudah barang tentu, perilaku dan apa yang dibicarakan, menjadi sorotan publik secara luas. Dan bukankah jabatan itu merupakah sebuah amanah?
Menjaga amanah, inilah yang kemudian harus dilakukan oleh para pejabat, karena dengan demikian, maka seorang pejabat publik tidak akan memanfaatkan jabatannya untuk melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya. Korupsi, misalnya.
Selanjutnya, berbekal “pintar mengaji” atau bisa dimaknai dengan cerdik-cendekia, seseorang akan memiliki pemahaman yang luas, sehingga dalam menyikapi sebuah permasalahan pun akan arif, dengan mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang melingkupi, dan bukan berdasar atas pesanan kelompok tertentu.
Adapun pandai berdagang, merupakan pesan agar seseorang mengambil peranan dalam pembangunan ekonomi kerakyatan, sehingga memberi kontribusi positif bagi pembangunan masyarakat dan bangsa.
Pada akhirnya, Trilogi Gusjigang ini adalah sebuah pesan budaya yang tidak saja bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat Kudus, tempat ajaran ini berasal. Namun sebagai ajaran kebajikan, ini juga bisa menjadi ajaran dan teladan bagi masyarakat lain di Nusantara ini. (*)
Rosidi,
Pemimpin Redaksi Suara Nahdliyin, Koordinator Gubug Literasi Tansaro dan Staf Humas Universitas Muria Kudus (UMK).