PATI, Suaranahdliyin.com – Malam 1 Muharram 1441 H (1 Sura) lalu, sekelompok peneliti muda Desa Prawoto yang tergabung dalam Istana Prawoto Institute menyelenggarakan tadarus Serat Centhini yang dikemas dalam sarasehan budaya.
Sarasehan budaya itu dibuka dengan persembahan apik grup rebana IPNU-IPPNU Prawoto dan musikalisasi puisi dari peserta didik MA Sunan Prawoto. Antusiasme masyarakat menghadiri sarasehan sangat bagus, dan kian malam semakin bertambah ramai suasananya.
Ali Romdhoni, narasumber kunci, dalam sarasehan itu menyampaikan, bahwa dalam Serat Centhini diceritakan secara detil seluk beluk Istana Prawoto yang mencakup geografis, sosial masyarakat, potensi pertanian hingga kuliner khas Prawoto.
“Istana Prawoto digambarkan dalam Serat Centhini menghadap ke Selat Muria. Ketika Jayengresmi mengunjungi istana Prawoto, Selat Muria telah beralih rupa menjadi hamparan rawa seluas samudera, yang kini berubah jadi area pesawahan. Di sana terdapat burung bangau tongtong, blekok, dan kunthul. Bila malam purnama tiba, sinar bulan jatuh hingga ke dasar rawa, mengenai segala jenis binatang air di dalamnya,” terangnya.
Sementara di sebelah selatan Istana Prawoto, merupakan barisan pegunungan kapur. Di belakang bangunan istana (sebelah selatan), terdapat hamparan tanah luas berupa alun-alun yang ditumbuhi dua pohon beringin berdiri sejajar (bukan pohon beringin yang sekarang).
“Di sebelah timur laut bangunan istana, berjarak dua ratus lima puluhan meter, terdapat mata air alami bernama Sendang Beji. Tidak jauh dari sana, juga ada kolam pemandian bernama Sendang Garuda (Gruda) yang dihuni banyak bulus warna hitam dan putih. Selain itu, juga ada Sendang Jibing yang menjadi tempat pemandian para putri Sultan,’’ jelas penulis buku ‘’Istana Prawoto: Jejak Pusat Kesultanan Demak’’ itu.
Dosen Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) itu pun mengemukakan potensi Prawoto berikut dan kuliner khas Prawoto yang terdapat dalam Serat Centhini. “Jenis buah-buahan khas alam pegunungan Prawoto yang mashur dihidangkan pada tetamu agung. Ini terkait dengan tradisi kebangsawanan dan aturan yang dipegang para penerus dan kerabat dari Istana Prawoto. Sedang buah-buahan yang populer di antaranya jambu dersana, manggis, rambutan, juwet, delima, jeruk keprok, salak, dan mangga,” paparnya.
Sedang kuliner khas Prawoto yang mashur waktu itu, antara lain carabikang, wedang kopi gula tebu, wedang belimbing, puthu, semar mendem, gesek kutuk (ikan gabus yang dikeringkan), karag gurih, sayur menir, sambal jagung, dan ayam panggang.
‘’Masyarakat Prawoto harus menata diri, seiring banyak diperbincangkannya Prawoto di kalangan luas. Sudah saatnya Prawoto toto-toto, karena di luar sana banyak sejarawan dari berbagai perguruan tinggi mulai dan sudah melakukan penelitian mengenai Prawoto,’’ tegasnya.
Nugroho Mulat Jati, berharap sarasehan ini bisa menambah wawasan masyarakat mengenai kisah masa lalu Prawoto. ‘’Harapan kami, masyarakat bertambah wawasannya terkait Prawoto dan peduli untuk menjaga Prawoto. Leluhur Prawoto telah mewariskan peradaban agung. Tugas kita sekarang menjaga dan merawatnya,’’ tuturnya. (nita alfiani, sri pujiati, zainuddin almas, tim Senthir Prawoto/ adb, ros)