
JAKARTA, Suaranahdliyin.com – Agresi militer Israel terhadap Palestina, untuk kesekian kalinya, telah menimbulkan nestapa kemanusiaan. Konflik telah berusia seabad, dihitung sejak Deklarasi Balfour 1917, bersumber dari klaim bermasalah Israel atas tanah yang dijanjikan. Inggris mendukung national home bagi warga Yahudi di tanah yang telah ditempati bangsa Palestina.
Konflik berdarah terus berlangsung sejak Israel, secara sepihak, memproklamasikan berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948 tanpa batas wilayah yang jelas. Dengan dukungan negara-negara Barat, Israel menegaskan batas wilayahnya melalui perang melawan negara-negara Arab, berturut-turut pada 1949, 1967, dan 1973.
Dengan kekuatan senjata, Israel menduduki Yerusalem Timur, Tepi Barat, Dataran Tinggi Golan, Gaza, dan Semenanjung Sinai. Klaim teritorial ini tidak diakui mayoritas negara, kecuali Amerika yang mengakui klaim Israel atas seluruh wilayah kota tersebut.
Israel, selama 50 tahun terakhir, terus mengukuhkan pendudukannya dengan membangun permukiman bagi ratusan ribu warga Yahudi. Yahudi, yang sebelumnya minoritas, kini menjadi mayoritas populasi yang menggusur bangsa Palestina.
Dalam menghadapi Israel, sayangnya, para pejuang Palestina terbelah. Fatah setuju solusi dua negara, sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Oslo 1993, tetapi Hamas menolak. Hamas ingin mendirikan Palestina berdasarkan Islam, Fatah berhaluan nasionalis sekuler. Kedua faksi terkunci dalam perang saudara sejak 2006. Hamas menguasai Gaza, sementara Fatah menguasai Tepi Barat. Tak pelak, polarisasi faksi-faksi pejuang Palestina ini, ikut menyulitkan proses penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Menyaksikan dan mencermati peristiwa yang semakin memanas antara Militer Israel dan Pejuang Palestina yang telah memakan korban 188 orang warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, serta 1000 lebih korban luka-luka dan bangunan yang porak poranda, maka PBNU mengeluarkan pernyataan sikap yang dikeluarkan pada Senin (17/5/2021) kemarin.
Pertama, mengutuk dan mengecam keras agresi Militer Israel yang telah memporakporandakan Palestina, merenggut nyawa-nyawa warga sipil yang tidak berdosa. “Hentikan segera agresi Militer yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. Ini merupakan tragedi kemanusiaan yang tidak bisa dibiarkan dan ditoleransi,” tegas Ketua Umum PBNU, Prof Dr KH Said Aqil Siroj MA, dalam penyataan sikap yang ditandanganinya bersama Sekjen PBNU, Dr Ir H A Helmy Faishal Zaini.
Kedua, mendorong upaya gencatan senjata dari kedua belah pihak, agar bantuan kemanusiaan bisa masuk dan kondisi Palestina pulih seperti sedia kala. “Ketiga, mendesak PBB dan Komunitas Internasional segera melakukan langkah cepat untuk menyepakati gencatan senjata. Ini sebagai bagian dari tanggung jawab komunitas internasional, menyikapi konflik yang mencederai kemanusiaan,” lanjut KH Said Aqil.
Keempat, mendorong Pemerintah Indonesia menggalang dukungan dan mengambil upaya penting dalam mewujudkan kedaulatan Palestina, sekaligus mengakhiri konflik kemanusiaan yang terjadi, sehingga menciptakan perdamaian dan keamanan dunia.
“Kelima, sejak Muktamar ke-13 NU di Menes, Banten pada 1938, Nahdlatul Ulama (NU) telah menyatakan dukungan atas kemerdekaan dan kedaulatan Palestina sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Untuk itu, kami terus teguh pendirian, menyampaikan pandangan dan sikap bahwa bagi kami Palestina adalah bangsa yang berdaulat. Kami juga mendorong seluruh pihak untuk melakukan dialog, agar kekerasan tidak terjadi lagi dalam upaya penegakan kadaulatan Palestina,” tutur ketum PBNU itu. (ros, rid, adb)