Oleh: Gus Mohammad Mujab
Hadrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari, menggalang massa untuk melakukan longmarch dan kampanye besar-besaran sebagai bentuk solidaritas terhadap saudara umat Islam yang sedang berjuang merebut kemerdekaannya di Maroko, Suriah dan Palestina melawan “penjajah”, juga sebagai bentuk demontrasi terhadap “kolonial Barat”.
KH Wahid Hasyim meneruskan manhaj ayahnya ini, dengan terus menggalang solidaritas umat Islam dan menentang segala bentuk penjajahan.
Saya kira, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), juga mengikuti manhaj kakek dan ayahnya. Hanya saja, ada sedikit perbedaan dan cara pendekatan dalam menyikapi krisis Palestina dan Israel.
Kalau kita membaca sejarah, kita tidak bisa menafikan keberadaan Israel sebagai sebuah negara.
Atas saran komisi Pell yang dibentuk Inggris, menyarankan “tanah” Palestina dibagi menjadi dua: Barat untuk Yahudi dan Timur untuk Arab Palestina (Muslim dan kristen). Semenjak pemerintahan mandat Inggris resmi dinonaktifkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian mengesahkan saran dari komisi Pell tersebut.
Namun di sisi lain, kita juga tidak bisa menerima segala bentuk kekerasan, kezaliman dan penjajahan kepada “Negara” Palestina dan penduduknya. Perampasan demi perampasan, juga pencaplokan wilayah Palestina.
Atas dasar itulah, sebagai warga Negara Indonesia dan Nahdliyin, sudah semestinya kita mengikuti UUD 45 dan manhaj dakwah Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Apalagi jika menilik Amanat UUD 45, yang di dalamnya secara tegas menolak segala bentuk penjajahan. (disarikan dari Waadli’u Lubnati Istiqlali Indonesiy hlm 29 karya Al-‘Allamah Hasyim Asy’ari dan sumber lain)
Gus Mohammad Mujab,
Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Yasir Jekulo, Kudus