‘’Menghadap’’ Kiblat dengan ‘’Bantuan’’ Matahari

0
2416

Oleh: Ustaz Noor Aflah SHI.

Menghadap ke arah kiblat (Kakbah) merupakan salah satu syarat sahnya salat, baik salat fardhu maupun sunnah. Umat Islam harus menghadapkan wajah serta jiwa raganya menghadap kiblat ketika mendirikan ibadah salat.

Senin ini, 28 Mei 2018 M., pukul 16.18 WIB., sebagaimana tertulis di Almanak Menara Kudus, akan terjadi peritiwa yang terjadi dua kali dalam setahun, yakni Rashdul Qiblat.

Apakah Rashdul Qiblat itu? Secara bahasa, Rashdul Qiblat (رصد القبلة) terdiri dari dua kata, yaitu rosd (رصد)  yang berarti mengamati, mengawasi atau mengobservasi dan al-qiblah (القبلة) yang berarti kiblat umat islam ketika salat yakni, Kakbah di Makkah al-Mukarromah.

Secara istilah, peristiwa Rashdul Kiblat sering dipahami sebagai peristiwa di mana matahari tepat melintas di atas Kakbah. Pada tanggal dan jam saat terjadinya Rashdul Kiblat tersebut, maka pada waktu itu benda lurus yang berdiri tegak yang terkena sinar matahari akan membentuk bayangan yang mengarah ke arah Kakbah (qiblah).

Maka dari itu, peristiwa ini merupakan kesempatan “emas” (tepat) untuk mengetahui arah kiblat saat posisi matahari berada tepat di atas Kakbah. Tak salah jika peristiwa ini juga sering dimanfaatkan penggiat ilmu falak dan umat islam secara umum, untuk mengetahui arah kiblatnya ketika salat, baik di masjid, musala, lebih-lebih rumahnya sendiri-sendiri yang mungkin belum diijtihadi arah kiblatnya.

Sebab, di Indonesia peristiwa rashdul kiblat terjadi pada sore hari, maka arah bayangan tongkat adalah ke Timur, sedang arah bayangan sebaliknya, Barat, agak serong ke Utara merupakan arah kiblat yang benar. Cukup sederhana dan tidak memerlukan keterampilan khusus.

Penentuan arah kiblat menggunakan teknik seperti ini, memang hanya berlaku untuk daerah-daerah yang pada saat peristiwa Rashdul Kiblat dapat melihat secara langsung matahari, dan untuk penentuan waktunya menggunakan konversi waktu terhadap waktu Makkah.

Sedang untuk daerah lain, di mana saat itu matahari sudah terbenam, misalnya di wilayah Indonesia Timur, praktis tidak dapat menggunakan teknik ini. Maka sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah, kemungkinan masih bisa menggunakan teknik ini, karena posisi matahari masih berpotensi terlihat.

Sehubungan dengan itu, kaum Muslimin yang ingin memperbaiki arah kiblatnya, perlu memperhatikan dan melakukan beberapa hal agar arah kiblatnya disesuaikan dengan arah bayang-bayang benda.

Pertama, siapkan kelengkapan untuk mengamati arah bayang-bayang sebelum waktu rashdul kiblat, supaya pengamatan bisa dilakukan dengan seksama. Kedua, cari lokasi yang masih mendapatkan penyinaran matahari secara langsung (tidak terhalang benda bening seperti kaca atau plastik) pada waktu-waktu tersebut.

Ketiga, pastikan benda yang menjadi patokan, harus benar-benar berdiri tegak lurus atau dengan menggunakan lot/ bandul. Keempat, pastikan permukaan jatuhnya bayangan betul-betul datar dan rata. Kelima, gunakan jam pengukuran yang sesuai dengan BMKG atau pastikan jam yang digunakan sudah dikalibrasi waktunya dengan radio atau internet. Wallahu a’lam. (*)

Ustaz Noor Aflah SHI.,

Penulis adalah mahasiswa Program Pascasarjana Prodi Ilmu Falak pada UIN Walisongo Semarang.

 

Comments