Membranding Tanpa Menista

0
2213
Calon gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, sowan KH. Sanusi Yasin di Jekulo, kemarin.

Musim kampanye Pilkada serentak 2018, telah dimulai. Di berbagai provinsi serta kabupaten/ kota di tanah air yang tahun 2018 ini menggelar Pilkada, telah diliputi dengan hiruk pikuk kampanye para calon pemimpin.

Para penyelenggara Pemilu baik KPU maupun Bawaslu berikut lembaga turunannya, telah mewanti-wanti, dan tentu berharap agar kampanye bisa dijalankan sesuai aturan yang berlaku.

Pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik di tingkat pusat maupun provinsi, juga tak henti-henti mengingatkan kepada lembaga penyiaran, supaya tidak melakukan kampanye hitam, dan memintanya agar ikut menyukseskan Pilkada serentak tahun ini.

Dengan bahasa sederhana, kampanye yang tujuannya adalah untuk menaikkan branding para calon, mesti dilakukan dengan baik, dan tidak menyinggung calon lain berikut pendukungnya. Gunakan bahasa yang baik (hasanah) dan paparkan serangkaian program yang terukur, untuk menarik simpatik publik.

Hindari bahasa-bahasa yang menista calon berikut pendukung kelompok lain, sehingga calon lain dan pendukungannya, juga menghormati dengan melakukan hal yang sama: melakukan kampanye dengan pilihan bahasa yang santun dan tidak menista.

Harapan dari adanya kampanye yang santun dan tidak menista itu, tentunya tidak sekadar dalam kampanye terbuka yang dihadiri dengan massa yang sangat besar. Namun itu juga berlaku pada kampanye yang dilakukan melalui media sosial.

Jangan lakukan kampanye hitam melalui media sosial, karena itu justru akan mencederai nama baik dan citra diri para calon yang didukungnya. Kampanye hitam justru membuat masyarakat tidak simpatik, sehingga akan menjadi bumerang dan memunculkan persoalan.

Pasang Tamzil – Hartopo dan Akhwan – Hadi Sucipto foto bersama. Kendati bersaing dalam Pilkada, mereka tetap akrab dan saling menghormati.

Maka yang harus dilakukan kemudian, adalah bagaimana menjadikannya media sosial sebagai ruang komunikasi aktif tanpa batas dengan publik yang menarik. Untuk itu, harus dirancang strategi sedemikian rupa, agar tidak membuat bosan audiens-nya.

Bisa, misalnya, membuat kuis dengan hadiah-hadiah yang menarik. Berikan audiensi pertanyaan seputar Pilkada, sehingga secara tidak langsung itu akan mendidik publik semakin cerdas dalam proses demokrasi, selain secara tidak langsung juga akan menaikkan citra calon pemimpin yang didukungnya.

Mengapa kampanye di media sosial ini harus atraktif dan menarik? Jawabnya, karena kampanye melalui media ini, menyasar kalangan dengan pengalaman dan pengetahuan yang cukup mapan.

Akhirnya, silakan para calon dan pendukungnya melakukan kampanye, dengan menaati aturan-aturan yang berlaku. Jangan lakukan kampanye hitam. Branding para calon melalui kampanye dengan bahasa yang santun, mencerahkan, serta hindari menista calon lain berikut pendukunganya. Wallahu a’lam. (Rosidi)

Comments