Membaca Keteladanan ‘’Guru Bangsa’’

0
1245
Salah satu pengunjung mengamati karya karikatur dalam pameran bertajuk ”Guru Bangsa”

SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Wajah-wajah tokoh nasional dan mancanegara tampak lucu penuh makna, hadir dalam pameran karikatur nasional bertajuk “Guru Bangsa”  dalam rangka ArtFest Multikultural 2017 di Auditorium UIN Walisongo Semarang.

Pameran yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan selama tiga hari (6-8/12), itu menghadirkan rupa imajiner dari wajah-wajah tokoh publik dalam bentuk karikatural, mulai dari tokoh agama, politisi, sampai seniman kondang.

Antara lain wajah KH. Hasyim Asy’ari yang bersanding dengan KH. Ahmad Dahlan, menyiratkan rasa hormat sang kartunis pada dua sosok pendiri ormas Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.

Nampak pula wajah sosok sastrawan WS. Rendra karya Rossem, seorang kartunis dari negeri Malasyia. Di sudut lain, tampak wajah  Bunda Teresa karya Romeo Jerico, Jakarta dan juga karikatur Anne Avanti, desainer kondang Semarang. Beragam dan mengundang senyum.

Dari berbagai karya yang hadir, pameran karikatur itu nampaknya sengaja dibuat sebagai medan tafsir pagi seniman karikatur, untuk bebas menerjemahkan visi estetiknya. “Panitia memang mengundang kartunis dan menyodorkan tema untuk diintepretasikan oleh seniman karikatur, menurut subyektifitas mereka, siapa yang dianggap pantas sebagai guru bangsa,’’ terang M. Syukur Ridlwan, Presiden BEM FITK.

Dia menyampaikan, “Guru Bangsa” ini menjadi pameran pertama yang mengkhususkan pada apresiasi seni karikatur. Selama ini, masyarakat awam cenderung menyampuradukan pengertian antara karikatur dengan kartun.

Padahal menurut Abdullah Ibnu Thalhah, dosen pendidikan seni UIN Walisongo sekaligus kurator pameran, karikatur merupakan karya deformasi wajah, melalui pembesaran, pengecilan, serta pemiuhan bentuk rupa.

‘’Bila dalam kartun tokoh-tokohnya merupakan buah rekaan seniman alias fiktif, maka dalam karikatur, wajah-wajah tokoh yang digambar merupakan tokoh nyata, real, ada dalam kehidupan kita,’’ terang Abdullah Ibnu Thalhah.

Karena itu, menurutnya, dalam karikatur, masyarakat mudah mengenali sang wajah yang digambar, yang merupakan tokoh publik. ‘’Di sinilah asiknya menikmati karikatur, melalui garis wajah yang dideformasi sedemikian rupa, kita bisa melihat wajah sang tokoh dari cara pandang yang tak biasa, yakni cara pandang imajinasi, yang acapkali menerbitkan selera humor,’’ tuturnya.

Bagi Thalhah, kekuatan sebuah karya karikatur, bukan sekadar soal kemiripan gambar dengan wajah asli tokoh. Lebih dari itu, karikatur yang baik mampu menghadirkan karakter tersembunyi atau jiwa tokoh yang digambar.

‘’Kalau melulu soal persis atau mirip, itu sudah selesai dalam seni fotografi. Nah, melalui pameran karikatur ini, kita diajak untuk menyelami keanekaragaman kehidupan kebangsaan dari sudut pandang sisi kebaikan dan kemuliaan manusianya,” terang Thalhah.

Dekan FITK UIN Walisongo, Dr. Raharjo M.Ed. St., berharap, apresiasi seni ini mampu mendukung program pembelajaran dalam membentuk mahasiswa yang memiliki kompetensi multikultural, yang menjadi visi pendidikan nasional.

‘’Kompetensi multikultural merupakan kesadaran dan kecakapan mahasiswa, dalam mengapreasi dan turut merawat kehidupan bangsa yang majemuk yang selalu menghadapi tantangan,’’ jelasnya. (hah/ ros)

Comments