KUDUS, Suaranahdliyyin.com – Masjid Al-Aqsha Menara Kudus terus konsisten mengembangkan pembelajaran kitab kuning dengan melaksanakan Ngaji rutin kitab Riyadhus Shalihin yang dilaksanakan setiap Senin malam. Pengajian yang berlangsung setelah jama’ah sholat maghrib ini bersama KH Muhammad Saifuddin Luthfi (Mbah Ipud).
Pada kajian Senin malam (8/7/2024) kemarin, KH Muhammad Saifuddin Luthfi atau lebih dikenal dengan Mbah Ipud menjabarkan isi kitab Riyadhus Shalihin mengenai Ruqyah (mengobati dengan doa).
“Ruqyah itu boleh dilakukan tapi dengan menggunakan cara-cara yang benar. Cara yang benar itu menggunakan ayat-ayat al-Qur’an, menggunakan bacaan dzikir atau menggunakan asma’ Allah,”ujarnya.
Lebih lanjut Mbah Ipud menjelaskan bahwa Ruqyah boleh dilakukan dengan bacaan yang sudah bisa diketahui maknanya, bukan menggunakan perkara-perkara yang asing atau belum diketahui maknanya.
Diterangkan, dawuh Sayyidina Anas bin Malik RA, Rasulullah ketika berdoa untuk orang sakit dianjurkan mengusapkan badan orang yang sakit dengan tangan kanan dan membaca doa, Allaahumma rabban naasi, adzhibil ba’sa. Isyfi. Antas syaafi. Laa syaafiya illā anta syifaa’an lā yughaadiru saqaman (Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkan lah penyakit ini, sembuhkan lah, hanya Engkau lah yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan selain kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit.” (HR Imam Bukhori).
“Jika membacakan ini dengan tata cara Rasulullah dan mengusap menggunakan tangan kanan, insyaallah cepat sembuh,”lanjut mbah Ipud.
Ia menjelaskan ruqyah harus meyakini bahwa yang memberikan kesembuhan adalah Allah SWT. “Jadi praktisi ruqyah harus mengharap dari Allah supaya maksudnya dikabulkan, tidak boleh meyakinkan bahwa yang menjadikan sembuh itu ruqyah, tapi yang memberikan kesembuhan adalah Allah SWT,”tandas mbah Ipud yang juga kiai ahli Falak Kudus.
Sebagaimana diketahui, Kitab Riyadhue Shalihin ini disusun oleh al-Imam al-Hafizh, Syaikhul Islam, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Mury bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Kata ‘an-Nawawi’ dinisbatkan kepada sebuah perkampungan yang bernama ‘Nawa’, salah satu perkampungan di Hauran, Syiria, tempat kelahiran beliau. Beliau dianggap sebagai syaikh di dalam madzhab Syafi’i dan ahli fiqh terkenal pada zamannya.
Riyadhus Shalihin juga menjadi salah satu di antara sekian banyak kitab hadits yang membicarakan masalah akidah, syari’ah dan akhlak, yang ketiga-ketiganya merupakan sendi ajaran Islam.(Rishalia Qolifaun Janna, Mahasiswa PPL Prodi KPI FDKI IAIN Kudus 2024/adb)