Layar kaca kita, setiap hari menyuguhkan beragam film animasi yang sangat disukai oleh anak – anak kecil, apalagi di masa pandemic Covid – 19 ini. Anak – anak yang nyaris lebih banyak di rumah, tentu tidak bisa mengelak dari suguhan film animasi yang menjejali.
Namun sayang, hanya sedikit sekali film animasi yang menjadi suguhan menarik anak – anak itu, yang merupakan produk Indonesia dan menyuguhkan khazanah budaya, tokoh, kekayaan alam dan tradisi Nusantara.
Beberapa, memang ada film animasi Indonesia, yang itu menjadi penawar dahaga publik tanah air, untuk menikmati film animasi garapan anak negeri. Sedikit dari film animasi garapan anak negeri itu, antara lain Adit, Sopo, Jarwo; Battle of Surabaya; Kiko; Si Unyil; Dan Keluarga Somat.
Namun kiranya, film animasi yang dirilis publik luar negeri lah, yang masih merajai layar kaca Indonesia. Di antaranya Dora, Upin Ipin, Si Tayo, Shiva, Masha and The Bear, Doraemon, Spongebob, Kungfu Panda, Naruto, serta Tom and Jerry.
Film – film animasi, adalah menjadi hal yang menarik di hati anak – anak, dan tak bosan – bosannya anak menyaksikan film – film itu, kendati seringkali film yang diputar itu selalu mengulang hari – hari sebelumnya.
Menariknya film animasi bagi anak – anak, ini menjadi sesuatu yang mestinya bisa dijadikan sarana efeltif pembelajaran dan mengiternalisasikan nilai – nilai pendidikan bagi anak. Sayangnya, dalam konteks Indonesia, film animasi ini belum digarap serius.
Padahal, ada banyak manfaat yang bisa didapat dengan menggarap film animasi secara serius. Pertama, sebagai sarana mengenalkan tokoh – tokoh bangsa pada anak. Adalah hal ironis, misalnya, anak – anak kita yang lebih mengenal Ipin Upin, Shiva dan tokoh fiktif lainnya dalam film animasi yang dirilis publik luar negeri, dibandingkan dengan mengenal Pangeran Diponegoro, Sang Proklamator Soekarno – Hatta, Jenderal Soedirman, RA Kartini, dan tokoh pejuang lain.
Apalagi mengenal tokoh – tokoh besar Nusantara dengan sejarah yang melingkupinya, seperti Kerajaan Majapahit dengan salah satu tokohnya yang terkena, yakni Maha Patih Gadjah Mada; Walisongo; Kerajaan Islam Demak; dan lainnya.
Mengapa demikian? Karena kita belum mampu mengenalkan nama, peran dan kiprah tokoh – tokoh bangsa Indonesia, dengan mengemasnya melalui media yang disukai anak – anak, salah satunya melalui film animasi.
Kedua, mengenalkan potensi dan khazanah Nusantara. Indonesia sebagai negeri yang kaya, tidak ada yang menampiknya. Baik kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), kekayaan budaya, tradisi, dan cerita legenda yang ada hampir di semua daerah, bahkan semua desa. Melalui film animasi, semua itu bisa dikenalkan kepada anak – anak sejak dini.
Ketiga, penanaman nilai – nilai kebangsaan dan nasionalisme. Memupuk nilai – nilai kebangsaan dan nasionalisme, harus dipupuk sedini mungkin. Dengan memupuk rasa kebangsaan dan nasionalisme sejak dini, diharapkan anak akan terkenang selalu, sehingga akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga keutuhan negeri.
Kaya Tema
Apa makna dari narasi di atas? Sebenarnya, Indonesia memiliki tema yang bisa digarap menjadi sebuah karya film animasi. Mulai dari tema lingkungan, perjuangan tokoh – tokoh bangsa, jejak dakwah Walisongo dan kiai – kiai, hingga cerita – cerita yang bersumber dari fakta sejarah maupun legenda – legenda.
Semuanya bisa digali menjadi sesuatu yang sangat dahsyat, jika bisa dihadirkan ke tengah publik dalam bentuk film animasi, yang merupakan salah satu media yang sangat disukai masyarakat, khususnya kalangan anak usia dini.
Hanya saja, kekayaan tema itu perlu dilakukan riset (penelitian) mendalam dengan melibatkan para akademisi dan pakar terkait, sehingga tidak akan terjadi pengaburan fakta sejarah dalam tema yang diangkat.
Namun jika itu bisa dilakukan, tentu akan menjadi sesuatu yang sangat dahsyat. Industri film animasi akan maju di satu sisi, dan dalam penggarapan film animasinya tentu membawa misi kebangsaan di sisi yang lain.
Support Pemerintah dan Publik
Akan tetapi, adalah hal yang tidak mungkin merealisasikan mengembangkan industri film animasi di tanah air berikut misi kebangsaan yang diembannya, tanpa adanya dukungan dari banyak pihak, baik pemerintah maupun publik (masyarakat) secara umum.
Sebab, industri film animasi ini adalah industri yang sangat mahal, sehingga investasi yang dibutuhkan juga sangat besar. Maka peran pihak swasta yang memiliki kemampuan finansial untuk mendukung pengembangan industri film animasi, sangat dinantikan.
Di luar itu, peningkatan kualitas SDM dalam hal pengembangan industri film animasi, ini juga sangat diperlukan. Dan paling tidak, keberadaan lembaga pendidikan yang mendukung industri ini, juga perlu didukung banyak pihak.
Saat ini, misalnya, di Kabupaten Kudus ada SMK Raden Umar Said (RUS) yang memiliki Jurusan Animasi, dengan kemampuan (skill) peserta didiknya yang sangat mumpuni dan telah memiliki jaringan luas.
Jaringan SMK RUS ini tidak sekadar di dalam negeri, melainkan juga luar negeri. Itu dibuktikan dengan telah banyaknya order yang mereka terima, untuk menggarap film – film animasi dari mitra kerjanya.
Alhasil, pengembangan industri film animasi ini sudah sangat mendesak dilakukan, sehingga anak – anak kita tidak hanya melihat suguhan film animasi yang dirilis publik luar negeri, yang tentu muatan pendidikannya akan sangat berbeda dengan film animasi yang digarap anak negeri.
Semoga banyak pihak yang tergerak merespons untuk mendukung pengembangan industri animasi di negeri ini, dengan kapasitas masing – masing yang dimiliki. (redaksi)