Naskah kuno merupakan warisan budaya yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Di balik lembaran-lembarannya yang termakan usia, tersimpan kekayaan ilmu pengetahuan, Sejarah dan tradisi yang perlu dilestarikan.
Naskah-naskah ini tidak hanya berisi teks, juga berbagai ilustrasi, ornament dan material yang mencerminkan seni dan budaya pada masanya.
Sejarah penulisan suatu manuskrip kuno, tidak terlepas dari keberadaan daerah ditemukannya manuskrip tersebut. Salah satunya manuskrip kuno berupa mushaf al-Quran yang diberi nama ‘Tafsir Jalalain’, yang hingga saat ini masih disimpan sebagai koleksi oleh Fajrul Hakam.
Manuskrip Tafsir Jalalain ini merupakan kepemilikan pribadi, yang disimpan di kediaman Mas Fajrul Hakam. Yakni bertempat di desa Jepat Lor, Rt/Rw 05/02, Tayu, Pati, Jawa Tengah.
Mansukrip Tafsir Jalalain karya Mbah Sahid ini merupakan naskah tunggal, yang diwarisi dari ayahnya. Maka dari itu manuskrip ini tidak memiliki nomor naskah. Manuskrip tersebut ditulis di atas kertas yang tidak memiliki watermark. Naskah berukuran 21.5 x 30 cm dengan tebal 4 cm itu, memiliki 565 halaman (tidak lengkap) serta jumlah barisnya ada 19.
Naskah ini ditulis menggunakan huruf Arab beserta aksara pegon sebagai bentuk murod atau arti dari teks bahasa Arab (teks al Quran), dengan ukuran huruf sedang. Jenis tulisan khatnya menggunakan khat naskhi yang dapat dilihat dari beberapa segi tata cara penulisannya.
Penulisannya lurus, sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Arab. Naskah ditulis rapat dengan tinta warna hitam dan merah. Penjilidan pada manuskrip dilakukan dengan cara diikat dengan tali benang, lalu direkatkan dengan lem.
Manuskrip ini kurang lebih berusia 65 tahun. Hal ini bisa dilihat dari waktu penyalinan manuskrip, yaitu ketika Mbah Sahid berusia 23 tahun, dan meninggal pada usia 64 tahun pada tahun 2000 lalu. Isi dari naskah ini merupakan penafsiran, atau penjelasan dari ayat-ayat al-Quran.
Manuskrip al-Quran Mbah Sahid ini di halaman sampulnya diberi judul Tafsir Jalalain, namun keadaannya sekarang sudah hilang. Manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid ini ditulis lengkap dengan 15 Juz, yang di dalamnya berisikan surat Al-Fatihah sampai surat Al-Isra’.
Adapun manuskrip ini diberi judul Tafsir Jalalain karena isi dari manuskrip tersebut mempunyai gambaran seperti Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi.
Naskah ini sudah dilengkapi dengan makna gandul yang ditulis menggunakan arab pegon. Teks ayatnya ditulis dengan menggunakan tinta warna merah dan pada bagian syarahnya menggunakan tinta warna hitam. Setiap ayat yang memiliki makna penting diberikan tanda dengan tulisan menggunakan tinta warna merah.
Adapun qira’at yang digunakan dalam manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid yaitu berlandaskan pada imam qira’at Imam Ashim riwayat Imam Hafs. Manuskrip Tafsir Jalalain karya Mbah Sahid dalam penulisanya menggunakan rasm imla’i dengan melanggengkan alif, rasm imla’i yaitu rasm yang dalam penulisanya sesuai dengan ejaan bacaan Al-Quran.
Dalam manuskrip ini tidak semuanya diberikan syakel atau tanda baca, dan juga tidak semua syakl yang ada di al-Quran di gunakan dalam manuskrip ini. Pada Manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid diidentifikasi bentuknya bahwa penulisan syakl sama seperti halnya syakl di dalam al-Quran pada umumnya, namun tidak semua dalam ayatnya terdapat syakl.
Bahkan ada beberapa tanda baca yang jarang dipakai di dalam naskah ini, seperti tanda baca dammatain, sukun, dan fathah qaimah. Tanda waqaf dalam naskah ini kuang begitu terlihat jelas, bahkan hanya ditandai dengan tanda titik kecil berwarna merah. Tanda baca yang sangat diperhatikan dan sering digunakan dalam naskah ini adalah fathah, kasrah, fathatain dan tasydid.
Watermark yang digunakan dalam manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid ini adalah berbentuk garis bulat yang di dalamnya ada gambar singa disertai dua bingkai lingkaran yang di dalamnya tertulis PRPATRIA EENDRACT MAAKT MACT, lalu di bagian atas lingkaran tersebut terdapat mahkota, lalu pada bagian paling atas mahkota mempunyai hiasan lambang salib.
Lalu pada bagian dalam lingkaran bergambar singa yang memakai mahkota dan memegang pedang di tangan kanannya, disertai dengan kakinya menginjak garis horizontal.
Selain ditemukan Watermark pada manuskrip Tafsir Jalalin Mbah Sahid, pada kertas yang digunakan dalam manuskrip ini terdapat cap kertas tandingan (Countermark) yang berupa tulisan VDL
Pembuatan naskah ini bermula dari kecerdasan dan keahlian Mbah Sahid dalam mengembangkan karya tulis. Naskah ini dibuat sendiri oleh Mbah Sahid ketika masih mondok di Kajen. Masa penulisan manuskrip ini selesai kurang lebih tiga tahun. Penulisan manuskrip ini ditulis ketika Mbah Sahid berusia 20 tahun sampai usia 23 tahun. Ini bisa dilihat dari ketekunan dan keahlian Mbah Sahid dalam kepenulisan.
Sedang kertas yang dipakai dalam penulisan manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid ini menggunakan kertas Eropa. Hal ini dibuktikan ketika dilihat secara sekilas kertas yang digunakan ini memiliki garis yang sangat jelas dan tebal pada kertasnya, lalu jika dilihat dengan menggunakan cahaya lampu maka akan terlihat watermark dan countermark pada kertas Manuskrip Tafsir Jalalain Mbah Sahid.
Terakhir yaitu kelebihan manuskrip Al-Quran Mbah Sahid yaitu Pada masnukrip ini terdapat banyak makna yang bisa diambil dari kandungan yang terdapat di dalam manuskrip tersebut.
Dalam pemaknaan ayatnya, manuskrip ini menggunkan bahasa Arab Pegon sehingga memudahkan pembacanya dalam memahami setiap ayatnya. Bentuk gaya tulisn yang disajikan ditulis secara rapi dengan menggunakan khat naskhi yang ditulis menggunakan tinta merah dan hitam. Sehingga ketika membuka manuskrip tersebut maka pembaca akan merasa terpukau dikarenakan kerapihan dan kejelisan dalam penuisan manuskrip tersebut.
Adapun kekurangannya yaitu Penulisan syakel dalam manuskrip ini tidak begitu diperhatikan, bahkan tidak semua ayat ada tanda bacanya sehingga sedikit menyusahkan bagi pembacanya.
Tanda waqaf dalam manuskrip ini hanya diberi simbol titik, sehingga susah untuk mengetahui ayat ke berapa yang dibaca. Pada setiap halaman tidak terdapat penomoran halaman dan juga tidak ada penulisan surah dan juz, sehingga susah jika ingin mengetahui ayat, surah dan juz ketika dibutuhkan.
Penulisan terhadap hurufnya tidak begitu diperhatikan, sehingga ada beberapa penulisan huruf yang susah untuk dibaca. Kertas yang mulai lapuk karena usianya yang sudah tua, serta sudah hilangnya sampul dan beberapa halaman pada bagian awal dan akhir manuskrip. (*)
M Abdul Jabbar, Rizka Nadiyah dan Rohmatul Ulya,
Para penulis merupakan mahasiswa Progam Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (Prodi IAT) Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus.