TEMANGGUNG, Suaranahdliyin.com – Akademisi dari Yogyakarya, Dr. Hasse J. MA, berharap agar para akademisi dari Nahdlatul Ulama (NU), tak terkecuali STAINU Temanggung, supaya menjadi pioner dalam pengembangan IPTEKS.
Hal itu disampaikan dalam Seminar Nasional dan Call for Paper Lembaga Bahasa STAINU Temanggung bertajuk “Peran Akademisi di Era Revolusi Industri 4.0 dalam Mengembangkan IPTEKS” di Aula STAINU Temanggung, Sabtu (6/4/2019) lalu.
‘’Perkembangan era Revolusi Industri 4.0 begitu pesat, telah mencerabut kehidupan, termasuk agama dan nilai-nilai luhur yang diwariskan ulama. Seolah dunia virtual telah menggantikan peran agama. Jika dulu orang ada orang meninggal, warga takziyah, sekarang (seakan) cukup berkirim gambar tanda duka. Ini harus diantisipasi, agar agama tidak ditinggalkan generasi milenial,” tegasnya.
Alumnus Program Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) pada Sekolah Pascasarjana UGM, mewakili Prof. Irwan Abdullah, mengemukakan, seorang akademisi perlu melakukan inovasi, terutama dalam mepertahankan nilai-nilai agama.
‘’Sekarang eranya post truth, antara yang hoaks dengan yang benar, beda tipis. Kita perlu bekerja kolektif, baik melalui pengembangan IPTEKS maupun melakukan inovasi untuk mempertahankan nilai-nilai agama,” katanya.
Untuk menjawab era post truth, menurutnya, akademisi harus mengomparasikan agama dan teknologi. ‘’Saat ini agama dan teknologi sangat berpotensi dijadikan media propaganda, khususnya penyebaran fitnah, ujaran kebencian, bahkan radikalisme,’’ paparnya.
Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dr. Rochmad M.Si, menyampaikan, untuk menjawab era Revolusi Industri 4.0 membutuhkan beberapa pendekatan. “Dalam pembelajaran, kita harus melakukan blended learning dan pembelajaran berbasis daring. Ini harus dilakukan, karena boleh jadi, di atas 50 persen perkuliahan itu memanfaatkan teknologi,’’ tuturnya dalam acara yang dipandu Kaprodi PGMI STAINU Temanggung, Hamidulloh Ibda. (dul/ adb, ros)
