Oleh. H. Hisyam Zamroni
Sungguh, sebuah cerita yang sangat mendalam dari Habib Muhammad Lurhfi bin Yahya Pekalongan tentang KH. Abdulloh Hadziq Balekambang.
Habib bercerita bahwa Mbah Dullah –demikian KH. Abdulloh Hadziq Balekambang lebih dikenal- adalah min ba’dhil auliya, yang laku sehari harinya tidak menunjukkan seorang ulama besar.
Beliau mempunyai rutinitas setiap pagi ke pasar topinan laken dan mengenakan celana sebagaimana warga biasa. Ke pasar untuk belanja keperluan rumah dan santri santri pondok pesantren Balekambang.
Padahal beliau sebenarnya alim allamah, karena beliau belajar di Makkah selama 12 tahun, mengaji dengan Syech Nahrowi, Syech Dimyati, Syech Mahfudz at Turmusy dan ulama ulama besar haramain lain.
Sanad keilmuan Mbah Dullah saat mengaji kitab Alfiyah dan Umrity yang diberikan kepada Habib Luthfi adalah dari Syech Mahfudz at Turmusi dan Syech Dimyati, yang secara langsung diijazahkan kepada Habib Luthfi.
Dari cerita ini, nampak bahwa betapa ulama ulama-ulama kita sangat primpen dalam mencari, menerima dan mengamalkan ilmu. Semestinyalah rasa ta’dhim ulama-ulama terdahulu itu, menjadi ibroh bagi kita semua untuk tidak sekadar ribut hanya karena namanya tidak disebut dalam list ulama.
Akhlaqul karimah merupakan pengendali hidup. Jauhnya sekolah (pendidikan) akan selalu menjadi alasan untuk meraih “ketenaran” jika tidak di imbangi dengan akhlaqul karimah dalam hidup dan kehidupan.
Semoga kita, anak cucu kita mampu meneladani sifat-sifat sebagaimana Mbah Dullah dan para ulama terdahulu, serta mampu meneruskan perjuangannya. Amin. (*)
H. Hisyam Zamroni,
Penulis adalah Wakil Ketua NU Kabupaten Jepara dan kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Keling, Jepara.